Salutations! The following is a writing of mine which was crafted to fulfill a berth ordained on the latest issue of the Independent! (http://issuu.com/independentterra) magazine. I mostly ponder and reflect upon my recent experience working on a volcano surveillance-related research and the state of the nation's non-exploration geophysical inquest through my own point-of-view on this one, so please bear in mind that this passage does not reflect any particular institution(s) and/or entity(s) standpoint.
Here's me hoping that this would be an interesting and enlightening read. Until then, as always, may your subconscious mechanisms carry you through a sweet journey within your slumbers perpetually.
Here's me hoping that this would be an interesting and enlightening read. Until then, as always, may your subconscious mechanisms carry you through a sweet journey within your slumbers perpetually.
----------------------------
----------------------------
Disiplin keilmuan geofisika sejatinya mengenal dua kelompok
keahlian (expertise) utama, yakni
Geofisika Eksplorasi dan Terapan (Exploration
and Applied Geophysics) yang lebih berfokus ke segmen eksplorasi sumber
daya serta Geofisika Global (Global
Geophysics) yang lebih dititikberatkan pada kajian seputar
fenomena-fenomena global dan kaidah keilmuan geofisika dari sudut pandang
saintifik. Walaupun di atas kertas kedua kelompok keahlian ini sama-sama
memiliki kelebihannya tersendiri dan saling bersinergi seiring waktu untuk
memecahkan berbagai isu kegeofisikaan di dunia, tidak dapat dipungkiri bahwa animo
para akademisi geofisika (terutama di Indonesia) saat ini masih sangat menjurus
pada Geofisika Eksplorasi dan Terapan yang kerap dipandang memiliki prospek yang
lebih unggul (terlebih bagi para mahasiswa yang memang berniat terjun pada
entitas yang bergerak pada bidang sumber energi konvensional). Hal ini turut
menimbulkan suatu kesenjangan di ranah Ibu Pertiwi kita, di mana Indonesia yang
notabene berdiri di atas sistem tektonik yang sangat aktif masih sangat
membutuhkan para ahli Geofisika Global yang handal untuk dapat berkiprah
memahami berkah kebumian yang sangat membahana tersebut.
Jujur berbicara,
penulis sendiri pun pada awalnya menjajak kaki di gedung Teknik Geofisika
dengan mindset yang relatif tipikal
bagi para mahasiswa baru kala itu – untuk dapat bekerja mencari minyak Bumi ke
depannya. Namun, seiring waktu, dengan sendirinya penulis merasakan pesona
keilmuan saintifik Teknik Geofisika yang ternyata mencakup ruang kajian yang
sangat luas. Pun, ketika kesempatan untuk melangsungkan Kerja Praktek (KP)
datang menjelang, penulis langsung berkonsultasi dengan Ulvi ’12 dan kemudian
Bpk. Andri selaku Kaprodi TG ITB untuk berdiskusi mengenai kemungkinan pelangsugnan
Kerja Praktek di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Puji
syukur, keinginan penulis tersebut rupanya cukup dimudahkan dengan ketersediaan
Ibu S. Hidayati (Ibu Ichi) dari pihak PVMBG untuk menjadi mentor penulis.
Dalam
keberlangsungan Kerja Praktek ini, penulis mengangkat topik penelitian terkait
penentuan hiposenter dari gempa-gempa vulkanotektonik (VT) yang teramati di
kawasan Gunung Sinabung dalam rentang waktu 2010 – 2011. Tanpa berbekal
pengalaman mengolah data seismometri hasil perekaman lapangan kontinu (continuous real-time seismometry)
sebelumnya, pada awalnya penulis sempat terkejut melihat jenis-jenis waveform pada data yang memang sangat
beragam. Memang, daerah vulkanik pada dasarnya sangat berasosiasi dengan
beragam jenis-jenis gempa, dengan dominasi dari gempa-gempa vulkanik mikro (distal earthquake, tremor, dan
gempa-gempa lainnya) dengan selingan sesekali dari gempa-gempa tektonik murni. Meskipun
demikian, setelah membiasakan diri, pada akhirnya penulis menemukan ritme yang
cukup nyaman bagi penulis dalam melakukan picking
informasi-informasi yang diperlukan dari event-event
yang teramati. Setelah proses picking
selesai dilakukan, informasi-informasi yang diperoleh kemudian diproses lebih
lanjut dengan menggunakan program GAD (Geiger Adaptive Damping) yang
menggunakan prinsip single-event
determination dengan metode Damping untuk menentukan titik hiposenter
gempa. Lokasi-lokasi hiposenter yang di-output-kan
oleh program GAD ini kemudian diolah kembali (untuk keperluan quality control dan hal-hal estetis
lainnya) dengan menggunakan script
MatLab yang diprogram oleh penulis sebelum akhirnya data akhir yang diperoleh
di-plot secara visual dengan
menggunakan program MatLab.
Secara
keseluruhan, walaupun tidak sepenuhnya berjalan tanpa masalah, penelitian yang
penulis lakukan telah menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis
pribadi. Hasil yang didapat di sini pun cukup menarik, di mana dengan
menggunakan dua model kecepatan yang berbeda penulis mendapatkan bahwa
hiposenter gempa-gempa VT di area Gunung Sinabung cenderung mengarah dari arah
SW menuju NE, yang dapat ditafsirkan sebagai jalur pergerakan fluida vulkanik
(magma) dengan lokasi magma chamber
yang kemungkinan berada di ketinggian setara permukaan muka laut (mean sea level) walaupun untuk ke depannya hasil penafsiran ini baiknya ditelaah secara lebih mendalam mengingat proses relokasi hiposenter dan pengolahan lanjut lainnya belum dilangsungkan. Akhir kata, penelitian
yang penulis lakukan telah sangat membuka mata penulis terhadap potensi
keilmuan geofisika, dan percayalah – potensi semesta geofisika sesungguhnya
masih sangat luas terbentang dan menunggu untuk dijelajahi.